Batam, wartamerdeka.com – Sabtu, 5 Juli 2025, Ketegangan kembali memuncak di wilayah perbatasan Kecamatan Sembulang dan Belakang Padang, menyusul penutupan akses jalan utama oleh pihak PT Batam Internasional Navale (PT BIN) yang selama ini menjadi jalur vital masyarakat lokal, terutama komunitas Suku Laut.
Akses jalan tersebut menghubungkan Pulau Lingka dan Pulau Bertam, dan telah digunakan masyarakat secara turun-temurun untuk aktivitas harian, seperti transportasi, pendidikan, dan distribusi hasil laut.
Polemik ini memantik respons tegas dari DPD Lembaga Laskar Melayu Bersatu (LLMB) Kota Batam, yang melalui Panglima Tengah Dt. Hasbullah, memberikan ultimatum keras kepada pihak perusahaan.
“Warga hanya ingin jalan tradisional yang sudah mereka lalui sejak dulu dibuka kembali. Jangan paksa masyarakat turun langsung ke lokasi,” tegas Dt. Hasbullah saat ditemui di Batam, Sabtu (5/7/2025).
Ultimatum 1×24 Jam untuk PT BIN, DPD LLMB Kota Batam secara resmi memberikan batas waktu 1×24 jam kepada PT BIN untuk membuka pagar yang disebut telah menutup akses utama warga. Apabila dalam waktu tersebut tidak ada langkah konkret dari perusahaan, maka pihaknya menyatakan siap bergerak bersama masyarakat Suku Laut dan warga dua kecamatan untuk bertindak langsung di lapangan.
“Masyarakat Suku Laut hidup damai, tidak pernah cari masalah. Tapi jangan tantang kesabaran mereka. Ini bukan soal kepentingan bisnis, ini soal hak dasar: akses jalan untuk hidup,” lanjut Dt. Hasbullah dengan nada tegas.
Pihak Kepolisian Turun Tangan Menanggapi gejolak di masyarakat, Kapolresta Barelang Kombes Pol Zaenal Arifin menyatakan pihaknya akan segera memverifikasi informasi tersebut dan memastikan situasi tetap aman. “Saya akan cek dan tindak lanjuti laporan tersebut,” ujarnya singkat kepada awak media.
PT BIN Belum Beri Tanggapan Hingga berita ini ditayangkan, pihak PT BIN belum memberikan klarifikasi resmi atas laporan tersebut. Upaya awak media untuk menghubungi Poniman, yang disebut sebagai perwakilan perusahaan, belum membuahkan hasil.
Warga berharap perusahaan tidak mengabaikan suara masyarakat adat, khususnya komunitas Suku Laut yang selama ini hidup berdampingan damai dengan lingkungan dan pembangunan.***