banner 728x90

Penuh Haru, Senator Jawa Timur Lia Istifhama Ungkap Kedekatan Ibu Dan Anak Di Momentum Hari Kartini

Img 20240423 Wa0016
banner 120x600

 

Warta merdeka .Com- Penetapan Hari Kartini di tanggal 21 April berawal saat Presiden RI Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964. Keputusan tersebut sekaligus menetapkan, R.A Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Selain itu pemilihan tanggal 21 April mengingatkan pada tanggal tersebut merupakan hari kelahiran Kartini yang jatuh pada 21 April 1879 di Jepara Jawa Tengah putri dari seorang Bupati Jepara Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dan istrinya M.A. Ngasirah.

R.A Kartini adalah sosok penting dalam perjuangan emansipasi wanita Indonesia. Dia dengan lantang menyuarakan emansipasi melalui surat-surat yang dikirimnya kepada teman-temannya di Belanda.

Surat-surat yang dikirimkan R.A Kartini itu menguraikan pemikirannya terkait berbagai masalah termasuk tradisi pernikahan paksa tradisi feodal yang menindas dan poligami bagi perempuan Jawa kelas. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh aktivis yang meraih suara terbanyak nasional senator perempuan non petahana, Dr. Lia Istifhama.

“Saya termasuk yang sangat mengagumi sosok Ibu Kartini. Beliau mampu menunjukkan bahwa pendobrakan peradaban itu nyata, dan salah satunya melalui kaum perempuan. Makna tulisan dalam surat yang dikirim ibu Kartini, menunjukkan pesan mendalam tentang kepedulian seorang ibu kepada nasi banak bangsa,” jelasnya di tengah sebuah acara podcast, 21/4.

“Dalam surat-suratnya itu R. A Kartini juga menulis keluhan dan gugatan khususnya menyangkut budaya di Jawa kala itu yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan, terutama pendidikan. Di sisi lain, surat-surat R.A Kartini tersebut juga mencerminkan pengalaman hidupnya sebagai putri seorang bupati Jawa. Posisi beliau telah beliau gunakan untuk mempengaruhi banyak pihak tentang pentingnya keterbukaan pendidikan bagi kaum perempuan.”

Ning Lia, sapaan akrab putri mantan Komandan Banser NU Jawa Timur, KH. Masykur Hasyim, kemudian menyebut beberapa surat dari Kartini. Diantaranya yang dikirim kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1901:

“Kami disini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak wanita, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak wanita itu menjadi saingan laki-laki dalam hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama”.

Lebih lanjut, anggota DPD RI terpilih dapil Jatim itu pun menjelaskan bahwa Hari Kartini dikenal sebagai perayaan perjuangan emansipasi perempuan untuk memperoleh persamaan hak dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Emansipasi perempuan bertujuan memberi perempuan kesempatan bekerja, belajar, dan berkarya.

“Hari Kartini tiap 21 April merupakan momentum refleksi bahwa masih banyak persoalan yang berkaitan dengan kaum perempuan dan anak khususnya Jawa Timur seperti yang telah ditulis oleh Sulastin Sutrisno seorang penulis buku Surat-Surat Kartini yang bunyinya, ‘dalam tangan anak-lah terletak masa depan dan dalam tangan ibulah tergenggam anak yang merupakan masa depan itu.’

Menurut Ning Lia yang juga menjadi seorang ibu, Penggalan tulisan Sulastin Sutrisno merupakan bukti bahwa R.A Kartini sangat mementingkan adanya hubungan ibu dan anak demi membentuk masa depan yang gemilang. Maka tak berlebihan jika dikatakannya bahwa orang tua harus selalu mendampingi anak-anaknya.

“Perempuan, apapun posisinya, baik seorang ibu rumah tangga maupun ibu pekerja, sama-sama mengemban tugas menjadi pondasi keilmuan untuk mampu mengantar masa depan anaknya yang gemilang. Jadi seorang ibu, saya kira penting untuk memberikan pemahaman kepada anak-anaknya bahwa memang seorang ibu akan selalu mendampingi mereka. Ini bukan berarti seorang ibu tidak mengajarkan kemandirian, tapi memang ini kebutuhan.”

“Ibu tetap harus mendampingi anak-anak, tapi tetap sesuai perkembangan usia dan kognitif anak. Mereka harus tumbuh sebagai anak-anak yang kuat, berdaya saing kelak, tapi tetap menyadari bahwa seumur hidup mereka, ada seorang ibu yang selalu menjaga, mencintai, dan memastikan mereka berada dalam jalur yang benar.”

Ia pun menceritakan salah satu kisah haru dalam hidupnya, dimana anaknya pernah menyampaikan rasa takut kehilangan sosok ibu.

“Anak saya, waktu masih TK, di satu malam pernah berkata, bahwa ia takut semakin besar, karena ia takut mamanya akan semakin tua dan kelak akan meninggal. Lantas saya sampaikan, bahwa mama tidak akan pernah meninggalkannya. Sekalipun nanti sepertinya tidak terlihat olehnya karena mungkin sudah meninggal, tapi doa dan cinta kasih akan terus abadi. Mama akan selalu menjaga dan mendoakan anak-anak sekalipun dalam dimensi berbeda.”

“Jadi saya tekankan pada anak-anak agar selalu bahagia, ceria, karena orang tua selalu mencintai dan memberikan dukungan, perlindungan pada mereka. Dan saya tekankan bahwa mereka juga harus mendoakan orang tua karena salah satu yang diimpikan orang tua adalah doa tulus anak-anaknya setiap waktu,” pungkasnya.

Penuh haru, bukan? Bahwa seorang politisi perempuan yang kini menunggu masa pelantikannya di kursi senayan, menunjukkan spirit Kartini sebagai momentum cinta kasih ibu dan anak.(gtt)