banner 728x90

Waketum DPP IWO-I Kecam Keras Polsek Tapung Hulu dan Singgung Ucapan KAPOLRI 

Screenshot 20251211 111353
banner 120x600

KAMPAR, Wartamerdeka.com – Wakil Ketua Umum DPP IWO-I Ali Sofyan melontarkan kecaman keras terhadap penanganan kasus dugaan penggelapan brondolan sawit 80 kilogram yang menyeret seorang karyawan PT. ATS II (Arindo Tri Sejahtera Dua) di Kecamatan Tapung Hulu, Kabupaten Kampar, Riau.(11/12/25).

 

Ali Sofyan menilai kasus dengan nilai kerugian yang tidak sampai setengah juta rupiah itu telah diproses secara berlebihan, tidak manusiawi, dan bertentangan dengan semangat keadilan substantif.

 

Dalam pernyataannya, Ali Sofyan menegaskan bahwa apa yang terjadi di lapangan membuktikan bahwa slogan Kapolri tentang “Hukum Jangan Tumpul ke Atas, Tajam ke Bawah” tidak lebih dari sekadar retorika kosong.

 

“Ucapan Kapolri itu terbukti hanya isapan jempol. Kasus kecil seperti ini diproses dengan brutal, tetapi kasus besar kerap menguap. Ini tamparan keras bagi institusi Kepolisian,” tegas Ali.

 

Ali juga mengecam keras sikap penyidik Polsek Tapung Hulu yang tetap nekat menjerat pekerja tersebut dengan Pasal 372/374 KUHP, meski Kerugian perusahaan sangat kecil, Pelaku adalah karyawan kecil, Warga setempat, Memiliki bayi berusia 4 bulan, Telah ada permohonan maaf tertulis, Pemerintah Desa dan Camat sudah mengajukan mediasi.

 

Meski Ada jalur Restorative Justice dalam Perpol Nomor 8 Tahun 2021,Namun seluruh dasar kemanusiaan itu diabaikan total.

 

“Perpol 8/2021 itu jelas, transparan, dan wajib dijalankan. Tapi yang terjadi Polsek Tapung Hulu justru gagal total. Ini bukan sekadar kelalaian, ini pengabaian terhadap aturan internal Polri,” kecamnya.

 

Lebih jauh, Ali Sofyan meminta Kapolres Kampar dan Kejaksaan Negeri Bangkinang turun tangan dan menghentikan kriminalisasi terhadap rakyat kecil. Ia meminta aparat penegak hukum mengedepankan prinsip Azas Kemanusiaan, Azas Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia sebagaimana termaktub dalam Sila Kelima Pancasila.

 

“Pancasila itu bukan hiasan dinding. Sila ke lima wajib diterapkan, bukan ditertawakan. Masa 80 kilogram brondol sawit mengalahkan nyawa dan masa depan keluarga? Ini tidak masuk akal,” ujar Ali geram.

 

Bahkan menurutnya, PT. ATS II seharusnya hanya memberikan sanksi administratif atau pemecatan, bukan memaksa karyawan kecil masuk penjara hanya karena persoalan brondol tercecer.

 

“Penyidik Polsek Tapung Hulu lebih memilih memenjarakan daripada mempertimbangkan kemanusiaan. Ini memalukan. Hukum berubah menjadi alat menindas rakyat kecil,” tegas Ali.

 

“Negara tidak boleh kalah oleh korporasi. Hukum tidak boleh berpihak pada yang kuat. Keadilan tidak boleh mati hanya karena uang empat ratus ribu rupiah,” pungkas Ali Sofyan.(Tim).