KUANSING, Wartamerdeka.com – Pasca terjadinya pengeroyokan terhadap wartawan yang sedang menjalankan tugas jurnalistiknya diwilayah hukum polres Kuansing pada 22 September 2024 lalu. Perbuatan yang tidak terpuji tersebut dilakukan oleh sekelompok orang yang tengah menjalankan aktivitas Penyalahgunaan Jenis Bahanbakar Tertentu (JBT) atau Bahan Bakar Minyak (BBM) Solar Bersubsidi, yang diduga dilansir dari Stasiun Pengisian Bahanbakar Umum (SPBU) diwilayah tersebut, tepatnya di Desa Sako Kecamatan Pangean, Kabupaten Kuantan Singingi provinsi Riau.
Atas kejadian tersebut, telahpun dilaporkan oleh korban inisial OG (33), yang berprofesi seorang wartawan ke Mapolres Kuansing. Dan telah mengantongi Surat Tanda Penerimaan Laporan yang bernomor : STPL/ 101/ IX/ 2024/ SPKT/ POLRES KUANSING/ POLDA RIAU, dengan harapan agar segera dilakukan penindakkan, sekaligus menghentikan aktivitas penyalahgunaan BBM bersubsidi yang bersekala besar itu diwilayah hukum polres Kuansing, dinilai dapat merugikan masyarakat dan negara.
Berlangsungnya waktu menunggu proses penegakan hukum yang dilakukan versi Polres Kuansing itu, OG diduga korban Penganiayaan, telahpun melengkapi segala unsur persyaratan untuk dilakukannya proses hukum, baik saksi maupun alat bukti dan juga visum.
“Kita sudah melengkapi segala syarat agar dapat dilakukannya proses keadilan, namun sehingga saat ini belum ada tindakan apapun yang dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum (APH) di polres Kuansing,” ucap OG, saat dihubungi melalui panggilan selulernya, Kamis (7/11/2024).
Diungkapkannya, setelah dirinya mengantongi STPL, sebagai bukti telah membuat Laporan Polisi (LP), baru dua kali ia menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan atau Penyidikan (SP2HP) dari penyidik polres Kuansing. Terhitung sampai saat ini sudah masuk hampir dua bulan, belum ada penindakan apapun oleh APH.
Dari awal membuat LP, saya juga merasa aneh. Saya selaku korban yang membuat laporan penganiayaan yang saya alami, saya dibebankan penyidik polres Kuansing untuk membayar pengambilan visum di RSUD Kuansing.
“Ya merasa aneh saja, dengan penegak hukum di polres Kuansing. Pengambilan visum dibebankan biaya kepada korban. Seandainya korban masyarakat miskin, tidak punya uang, berarti hukum mentok ya,” papar OG.
Lanjut dia, sementara yang kita ketahui bersama, sesuai dengan Pasal 136 KUHAP yang menyatakan, bahwa biaya pemeriksaan untuk kepentingan penyidikan ditanggung oleh negara.
“Jelaskan, biaya pembuatan visum ditanggung oleh negara, bukan korban. Namun hal tersebut juga sudah pernah dipertanyakan oleh teman saya satu profesi terhadap Kapolres Kuansing AKBP Pangucap Priyo Soegito, SIK,. MH, melalui pesan WhatsApp. Dan ia mengatakan “Nanti kami cek kembali, siapa yang membebankan biaya visum?” Ujar Kapolres saat itu.
Hal tersebut sehingga saat ini masih belum ada kejelasannya. Penindakan terhadap diduga pelaku yang sekaligus pelaku penyalahgunaan BBM bersubsidi itu, masih belum ada juga, terkesan main mata.
Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, sudah jelas mengatur sanksi bagi pelaku tindakan yang menghambat, atau menghalangi ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3). Sanksi tersebut adalah pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
“Jika mencari unsur pidananya, pada UU no 40 tahun 1999 itu saja sudah jelas, menghambat atau menghalangi, sudah jelas pidananya, apalagi pemukulan,” kata OG dengan nada kesal.
Mungkin UU itu tidak berlaku diwilayah hukum Polres Kuansing, apakah ada pengecualian. Makanya sepi laporan pengeroyokan terhadap kuli tinta diwilayah hukumnya, low respon. Kami menduga laporan tersebut telah dipertikemaskan.
Anehnya lagi, terakhir saya mempertanyakan perkembangan laporan saya kepada penyidik melalui pesan WhatsApp, pada 6 November 2024, hari Rabu semalam. Ia mengatakan masih dalam pemeriksaan dilapangan.
“Masih dalam pemeriksaan saksi-saksi dilapangan bang, baru dapat identitas saksi-saksi, sama pemeriksaan diduga pelaku kemren. Setelah diperiksa, yang bersangkutan tidak mengakui perbuatannya,” jawab penyidik.
Ditempat terpisah, Joki Mardison, SH,.MH, selaku praktisi hukum yang berkantor di jalan Jendral Sudirman kota Pekanbaru, memberikan tanggapan terkait dibebankannya biaya pengambilan visum kepada korban oleh penyidik.
“Kalau visum terhadap korban ditanggung negara, dan itu negara yang membiayai ya, jika dalam posisi ditangani kepolisian,” kata Joki Madison, SH,.MH.
(Tim/AN)