banner 728x90
Opini  

Petani Penolong Negeri

Img 20240916 Wa0023~2
banner 120x600

Tema diatas adalah kalimat yang dinyatakan oleh seorang Ulama Nusantara Syaikhona K.H Hasyim Asy’ari, beliau adalah pendiri Nahdlatul Ulama (NU) salah satu Ormas Islam terbesar di Indonesia. Sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, NU yang dipimpin oleh K.Hasyim berkomitmen menjaga keutuhan  NKRI dengan perjuangan yang dilandasi dengan ketakwaan kepada Allah Swt. Bagi K.Hasyim, berjuang bukan karena panggkat, atau jabatan atau kekayaan tapi demi Agama, Bangsa dan masyarakat. Hal ini mungkin berbanding terbalik dengan tujuan perjuangan para pemangku kebijakan dan muda-mudi yang notabenenya sudah terpapar dengan pragmatisme,mabuk budaya asing, dan segudang mental kapitalis materialis. 

Fatwah K.H Hasyim Asy’ari bahwa melawan penjajah adalah jihad fisabilillah menjadi bukti dan komitmen K.Hasyim dan Ormas NU dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Fatwah K.H Hasyim Asy’ari secara ideologi menyatukan dikotomi timur dan barat, yakni antara Nasionalisme dan Islam adalah dua hal yang tidak dapat dilepas pisahkan keduanya bagaikan dua mata koin yang saling melengkapi. Dari fatwah ini kemudian muncul Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 yang dimotori kaum Santri yang kemudian ditetapkan oleh Presiden sebagai hari santri nasional dalam Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 tentang Hari Santri.

Terlepas dari Rosulusi Jihad K.H Hasyim Asy’ari (Santri dan Ulama dimasa itu) . K.H Hasyim juga menaruh perhatian yang besar terhadap eksistensi petani di pulau Jawa, Petani dimata K.H Hasyim adalah penolong negri, berbanding terbalik dengan Nahdlatul Ulama sekarang yang di pimpin oleh K.H Yahya Cholil Staquf, dimana NU bisa dinilai telah memfokuskan perhatiannya kepada Pertambangan dengan sikapnya menerima Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) yang ditawarkan oleh Presiden Jokowi Dodo. Di Tubuh NU sendiri sikap yang diambil oleh ketum PB ini mengundang konstraversi internal.

Kebijakan Pemerintah yang diakomodir dalam UU Omnibuslaw  dan melalui Proyek Strategis Nasional (PSN) telah membuka ruang besar-besaran bagi Investasi untuk melakukan eksplorasi dan ekploitasi bahkan dengan cara yang tidak manusiawi (Baca juga ‘Intimidasi’ hingga ‘penangkapan’ warnai penolakan warga Air Bangis atas usulan Proyek Strategis Nasional – ‘Kami akan sengsara, lahan kami bakal diambil semua’ BCC News Indonesia), terlebih dengan melibatkan ormas keagamaan dalam industri pertambangan, termasuk Muhammadiyah dan NU, kondisi ini menandai semakin parahnya krisis ekologi. Apalagi pengelolaan pertambangan yang tidak memiliki AMDAL ataupun AMDAL yang asal-asalan demi meraup keuntungan duniawi. Salah satu contoh yang paling konkrit adalah PT. Indonesia Weda bay Industrial Park, ketika hujan deras sangat rentan terhadap banjir, sebagaimana yang terjadi pada hari Minggu 21 Juli kemarin, empat desa terendam banjir dan puluhan warga terpaksa harus mengungsi, ketika musim panas kondisi udara penuh dengan debu yang sangat mengerikan baca (Opini Iksan Abdul Gani Malut Post edisi Rabu 18 September 2024 bertajuk “Mata yang tertutup di Lilelef) dimana keutentikan Amdal-nya?. Contoh lain perusahaan Forward Metrics Indonesia (FMI) di subaim Halmahera Timur yang tidak memiliki dukomen AMDAL (baca nuansamalut.com). Dan masih banyak problem pertambangan yang merugikan masyarakat tanpa kita sadari.

Pernyataan K.Hasyim “Petani adalah penolong Negri” Secara sederhana kita juga akan mengerti bahwa sandang, pangan merupakan kebutuhan primer masyarakat Indonesia hasil keringat kaum tani yang tidak bisa disepelekan, seandainya tidak ada petani kita mau makan apa? dan dari petani itulah masyarakat Indonesia dipelosok-polosok desa mengais kehidupan. Selain itu aktifitas pertanian oleh masyarakat lebih ramah terhadap lingkungan dan tetap menjaga kesinambungan kehidupan.

Namun sangat disayangkan eksistensi petani perlahan dipinggirkan seiring hadirnya pengelolaan sumber daya mineral berupa emas, biji besi, nikel, dll melalui Investasi pertambangan besar-besaran tidak terkecuali NU nantinya, hal ini bisa dilihat bagaimana sepak terjang NU yang menerima WIUPK dengan semangat tanpa merespon krisis ekologi di Indonesia secara serius. Biar bagaimanapun pertambangan yang tidak ramah terhadap lingkungan dan cacat prosedural dapat mengakibatkan krisis ekologi, konflik sosial dan perampasan ruang hidup semakin merajalela. 

Selain itu banyak kasus marginalisasi yang terjadi kepada kaum Tani, atas nama Investasi dan Industri ekstraktif eksistensi petani disingkirkan. Lahan produktif untuk bertani di Gusur dan dialihkan pada pengelolaan sumber daya mineral yang tidak terbarukan, dan lebih memperburuk situasi adalah petani lokal menjadi korban dari arogansi Negara yang membabi buta. 

Seperti Video yang beredar di dunia maya beberapa hari yang lalu, seorang ibu menangis histeris karena pohon Cengkehnya ditebang. Aparat keamanan yang menjaga tindakan brutal Perusahan, membuat ibu itu tidak bisa berbuat apa-apa, dan hanya menangis histeris. puluhan pohon cengkeh tersimpuh ke tanah bersamaan dengan runtuhnya harapan ibu tani. Sungguh miris !. Dilansir dalam Luwu,tvOnenews.com Selasa, 17 September 2024 kejadian itu terjadi di Desa Rante Balla. Kec. Latimojong Kab.Luwu. Tindakan karyawan Perusahan PT Masmindi Dwi Area (MDA) dengan dibantu Brimob dan TNI setidaknya telah merobohkan 48 pohon cengkeh milik warga yang sedang memasuki masa Panen.

Kondisi ini tidak bisa dilihat hanya pada persoalan sektoral, Hasyim Wahid (Saudara Gusdur) dalam bukunya “Telingakungan Kapitalisme Global dalam sejarah kebangsaan Indonesia” mengungkapkan melihat Indonesia tanpa melihat konstalasi Nasional dan internasional maka hanya akan mendapat jalan buntut. Dalam diskursus ilmiahnya persoalan yang terjadi dalam dinamika kebangsaan kita hari ini tidak terlepas dari pengaruh Ideologi Internasional dalam hal ini kemenangan Kapitalisme-modern menjadi akar segala problem sektoral, ditingkat Nasional hingga lokal. Dari sini kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia melalui diskursus kader Inti ideologis mengajak kita semua untuk mampu membaca masalah Nasional dan bertindak secara lokal. Dimana kondisi Indonesia saat ini dalam cengkraman Kapitalasime Global/Newliberalisme dari segala lini sehingga memunculkan masalah-masalah turunan, seperti Krisis ekologi, perampasan ruang hidup Newliberaslisasi pendidikan, hingga kriminalisasi dan pelecehan seksual. 

Maka di momentum Hari Tani Nasional ini, penulis berharap adanya kesatuan kaum Tani atau Kaum Buruh secara Nasional untuk mengakomodir kepentingannya secara terorganisir,  penulis yakin pernyataan K.H Hasyim Asy’ari itu memiliki makna yang sangat dalam. Dengan adanya organisasi kaum tani yang dibentuk dipelosok-polosok desa dan lintas desa, terutama di Pulau Halmahera, dengan cara itu memudahkan kaum tani mendapat pendidikan dan pengalaman sosial yang tajir ditengah-tengah Gempuran Pertambangan atau Telingakungan Kapitalisme yang sewaktu-waktu bertindak kurang ajar terhadap mereka. Terlebih ketika anjloknya harga-harga komoditi pertanian, aspirasi kaum tani secara terorganisir adalah kekuatan pendobrak atas ketidak stabilan harga. Melalui kesempatan ini juga Anjloknya harga komoditas cengkeh per September 2024 di musim panen ini membuktikan bahwa Petani cengkeh sedang tidak baik-baik saja, berbeda dengan tahun 2023 harga cengkeh berkisaran 120-130 per kg. Pemerintah sudah seharusnya mengintervensi turunnya harga cengkeh saat musim panen ini, Sebagaimana yang diatur dalam UU No 19 Tahun 2013 dan juga secepatnya pemerintah mengadili penebangan pohon cengkeh yang dilakukan oleh PT. MDA di Kab Luwu.

Selamat Hari Tani Nasional “Petani adalah penolong Negri”

Oleh: Fardal Rasudin

Kader PMII 

Penulis: Fardal RasudinEditor: Harun Gafur