WMC|| Surabaya – Kejadian anarkis terjadi di salah satu rumah sakit di Surabaya setelah adanya ketidakpuasan dari keluarga pasien terkait penanganan medis yang dilakukan di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Pasien yang datang dalam kondisi tidak sadar dan mengalami komplikasi diabetes, langsung mendapat penanganan dari tim medis sesuai prosedur operasional standar (SOP).
Setelah dilakukan pemeriksaan awal, diketahui bahwa gula darah pasien mencapai level tinggi, sekitar 335 mg/dL. Tim medis segera memberikan obat penurun gula darah, yang berhasil menurunkan kadar gula menjadi 105 mg/dL. Namun, meskipun gula darah pasien sudah stabil, kondisinya tetap belum stabil hingga keesokan harinya. Karena kondisi pasien yang tidak membaik, tim medis memutuskan untuk tidak merujuknya ke rumah sakit lain, sembari terus melakukan terapi dan observasi intensif.ucap humas
Pada 31 Oktober, dokter yang menangani pasien sudah memberikan penjelasan kepada keluarga mengenai kondisi medis pasien dan tindakan yang telah diambil sejak awal. Namun, pihak keluarga merasa tidak puas karena pasien tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan dan tetap belum stabil. Keluarga merasa tindakan medis yang diambil tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap kondisi pasien, yang akhirnya menimbulkan kekecewaan.
Ketidakpuasan keluarga ini memicu konflik, dengan pihak ormas turut terlibat. Ormas tersebut kemudian membawa massa dan menerobos area IGD. Meskipun tidak ada tindakan fisik yang dilakukan terhadap tenaga medis, aksi ini dianggap sebagai tindakan anarkis karena melanggar protokol keamanan rumah sakit, bahkan beberapa properti hampir dirusak dalam insiden tersebut.
Hari ini, perwakilan ormas dan pihak rumah sakit, diwakili oleh dokter Billy serta perwakilan dari pemerintah kota Surabaya, melakukan audiensi untuk menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan. Ormas terkait telah memohon maaf kepada RSUD dr. Mohamad Soewandhie.ucap humas
Dokter Billy, sebagai pihak rumah sakit, juga berkomitmen untuk memperbaiki sistem keamanan di IGD guna mencegah kejadian serupa terulang di masa mendatang. Selain itu, dokter Billy mengusulkan agar rumah sakit menjalin hubungan yang lebih baik dengan ormas dan masyarakat sekitar, membuka ruang diskusi bagi mereka yang merasa tidak puas dengan pelayanan medis, serta memperluas fasilitas IGD agar mampu menangani pasien dengan lebih efektif.
Pasien yang menjadi pusat insiden tersebut akhirnya meninggal dunia, dan tindakan medis yang telah dilakukan sepenuhnya sesuai dengan SOP. Namun, ketidakpuasan keluarga terhadap hasil penanganan menjadi pemicu konflik yang berujung pada insiden di IGD.(red/gtt)