PEKANBARU, Wartamerdeka.com – Selama 6 bulan sudah tragedi penembakan pelajar Muhammad Ihsan (14) terjadi. Namun, luka keluarga korban kian bertambah setelah mendengar tuntutan jaksa terhadap pelaku, seorang aparatur sipil negara (ASN) berinisial HW.
HW hanya hanya dituntut 4 tahun penjara. Padahal, dakwaan yang digunakan jaksa memuat pasal dengan ancaman pidana hingga 15 tahun penjara.
Fakta proses hukum saat ini membuat keluarga korban merasa keadilan hukum seolah dipermainkan.
“Jaksa menuntut terdakwa dengan pasal 80 ayat 3 Undang-undang Perlindungan Anak junto pasal 359 KUHP,” ungkap Penasehat Hukum Korban, Hasran Irawadi Sitompul, SH, MH didampingi Rusdi Bromi, SH, MH kepada wartawan, Selasa (9/9/2025).
Padahal sebelumnya, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Pekanbaru Kompol Bery Juana Putra menyebutkan, pihaknya menjerat HW dengan beberapa pasal, di antaranya Pasal 80 ayat 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, Pasal 2 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951, serta Pasal 351 ayat 2 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian dan/atau Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang mengakibatkan kematian.
Dari perbandingan itu, Hasran menilai tuntutan ringan itu melukai rasa keadilan.
“Keluarga korban jelas kecewa. Mereka meminta kami menempuh berbagai upaya hukum. Karena nyawa seorang anak telah hilang, tapi tuntutannya tidak sebanding dengan perbuatan pelaku,” tuturnya.
Kasus ini kini menjadi sorotan publik karena menyangkut nyawa seorang pelajar dan melibatkan seorang ASN. Sidang akan berlanjut dengan agenda pembelaan terdakwa (pledoi) di Pengadilan Negeri Pekanbaru.
“Kami akan terus mengawal kasus ini. Perlu kajian hukum yang lebih mendalam agar tidak ada lagi disparitas tuntutan yang merugikan korban,” tutup Hasran.**
Editor AN