WMC | JAKARTA — Wakapolri menjelaskan bahwa produk jurnalistik yang diproduksi secara sah tidak dapat dijerat Undang-undang no 11 tahun 2018 tentang informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Bahkan, untuk kasus yang memunculkan berita yang benar, wartawannya juga tidak boleh diproses,” ucapnya.
Ia katakan, Ini merupakan bagian dari kesepakatan antara Polri dan Dewan Pers yang wajib dipatuhi oleh kepolisian.
Kesepakatan ini juga melindungi pemberitaan yang diproduksi oleh perusahaan pers yang diakui oleh dewan pers,” katanya.
Untuk itu, Agus mengatakan., Kepolisian di ingatkan untuk menggunakan mekanisme sengketa pers sesuai aturan yang ditetapkan dewan pers dan Undang-undang no 40 tahun 1999 tentang pers.
Penegakan hukum menjadi pintu terakhir setelah klarifikasi, mediasi, dan upaya lainnya dilakukan,” ujar Wakapolri.
Asisten Kapolri bidang Sumber Daya Manusia (As SDM), Irjen Pol Dedi Prasetyo, menjelaskan perbedaan antara media sosial dan media massa siber.
Media sosial dibuat tanpa konfirmasi atau klarifikasi, sementara media massa siber sebaliknya,” jelasnya.
Dedi Prasetyo menegaskan bahwa semua produk yang dihasilkan oleh media dilindungi oleh undang-undang.
Kecepatan informasi di media sosial dapat mencakup tanpa batas waktu dan wilayah, namun produk jurnalistik harus dipertanggung jawabkan baik diklarifikasi maupun dikonfirmasi,” katanya.
Sebagai Kepala Divisi Humas Mabes Polri periode 2021-2023, Irjen Pol Dedi Prasetyo menambahkan bahwa produk jurnalistik memberikan sosialisasi, edukasi, dan pencerahan bagi masyarakat, yang tidak dimiliki oleh konten media sosial yang tidak bertanggung jawab.
Kepolisian juga berharap media bekerja sama dalam memerangi konten hoax, terutama dalam tahun politik seperti ini,” pungkasnya.
Penulis: Jaka Banten
EditorĀ : Fajar Gea