banner 728x90

Viral Remaja Berdebat dengan Gubernur Jawa Barat Soal Wisuda: Tanpa Perpisahan Emang Sekolah Jadi Bubar

Gubernur Jawa Barat Pendidikan Harus Murah 3988510 2
banner 120x600

Jakarta wartamerdeka.com- Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengundang warga yang terkena dampak penggusuran proyek Pemerintah Daerah (Pemda) Bekasi. Juga anak perempuan yang viral mengunggah video terkait kebijakan orang nomor satu di Jawa barat itu.

Dedi menanyakan,”Anak SMP yang bercerita itu anaknya siapa?

Lantas seorang anak perempuan melambaikan tangan di tengah warga Bekasi yang datang.

Anak perempuan itu menjawab,saya bukan anak SMP, saya sudah lulus Pak,”
“Lulus dari mana?” tanya Dedi
“Dari SMA, saya mau lanjut kuliah,” jawab anak remaja perempuan tersebut.

Dedi mengatakan bagian menarik dari video unggahan yang diduga menyindir kebijakan Gubernur Jawa Barat.

Ia menanyakan,”Ada yang menarik, bukan urusan mau digusurnya ya. Yang menarik adalah ini sekolah engga boleh ada perpisahan. Engga boleh ada Study Tour bagaimana?

Anak remaja perempuan menjawab,”Pertama gini Pak, sekolah tanpa wisuda kan. Lebih tepatnya perpisahan . Kalau bisa wisuda itu pengeluarannya lebih sedikit. Tetap ada wisuda.

Lantas Dedi menjawab,”Di negara mana yang TK ada wisuda, SMP ada wisuda, SMA ada wisuda di negara mana tuh? Hanya di Indonesia.

Dedi mengatakan,”Punya rumah engga yang wisuda Tk itu, engga punya, di bantaran sungai. SMP wisuda lagi, punya rumah engga. SMA wisuda lagi, punya rumah enggak.

Dedi memaparkan, tujuan dari kebijakan yang dilakukan.

Mantan Bupati Purwakarta itu pun mengatakan.
“Saya tanya, gubernur melakukan itu untuk siapa?”
“Rakyatpun semua terdiam,” jawab remaja perempuan tersebut.
“Orang tua.

Anak remaja perempuan tersebut menilai semua siswa harus merasakan perpisahan,”Lebih tepatnya bukan gitu Pak, biar adil, semua murid bisa merasakan perpisahan,” tuturnya.

Lantas Dedi pun menanyakan pembayaran perpisahan.

Ngerasain perpisahan, duit perpisahan dari siapa?” tanya Dedi.
“Dari orangtua,” jawab remaja tersebut.

Dedi mengatakan Membebani engga? Terus, tanpa perpisahan emang sekolah jadi bubar? Tanpa perpisahan, emang kehilangan kenangan?” tanya Dedi.

Dedi menegaskan,” kenangan sekolah tercipta saat proses belajar bersama.”Kenangan itu bukan pada saat perpisahan, kenangan indah itu saat proses belajar selama 3 tahun,” kata Dedi.

Akan tetapi, pernyatan Gubernur Jawa Barat dibantah oleh remaja perempuan yang viral tersebut.

Anak remaja perempuan itu pun mengatakan,”Engga juga sih Pak. Saya ngerasa udah lulus, kalau engga ada perpisahan, kita tuh engga bisa kumpul bareng atau ngerasain interaktif terakhir bersama teman-teman,” jelasnya.

Mantan Bupati Purwakarta
Dedi Mulyadi kembali menanyakan pembayaran.

Bayar engga? yang bayar siapa?”
“Orang tua Pak,jawab anak remaja itu.

Dedi paparkan, hal-hal yang seharusnya dikritik.

Dedi mengatakan”Saya kritik ya, harusnya speak up-nya begini. Kritik gubernur, karena orang tua dibebani untuk pembayaran sekolah, kritik gubernur karena banjir, ini saya senang,” ujarnya.

lantas Dedi berpendapat, remaja perempuan tersebut dirundung oleh warganet karena tidak tepat.

Ini kritik gubernur karena perpisahan, akhirnya dibully. Dibully karena logikanya tidak tepat,lanjutnya.

Di informasikan, beredar viral video remaja perempuan diduga menyindir kebijakan Gubernur Jawa Barat.

Di video yang sama, remaja perempuan tersebut berpendapat soal penggusuran bangunan liar di bantaran sungai dan larangan wisuda.

Sebelumnya TK di Bekasi abaikan aturan Dedi Mulyadi, Tetap Gelar Wisuda dan Study Tour dengan Biaya Tinggi

Di Sebuah sekolah taman kanak-kanak (TK) di Kota Bekasi menjadi sorotan setelah nekat menyelenggarakan kegiatan study tour dan wisuda, meski Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi sudah secara tegas melarang kedua kegiatan tersebut.

Tidak hanya melanggar aturan, dua kegiatan itu juga membuat para orang tua murid kelimpungan karena tingginya biaya yang harus dibayar. Pihak sekolah mematok tarif sebesar Rp1.150.000 untuk paket dalam kegiatan tersebut.

Keluhan kesah datang dari salah satu orang tua siswa. Ia merasa keberatan dengan total biaya yang dibebankan oleh pihak sekolah.

Orang tua siswa mengatakan,”Kalau untuk wisuda plus foto Rp550.000, untuk jalan-jalan Rp600.000. Total Rp1.150.000 yang bagi kami sangat memberatkan.

Berdasarkan surat edaran dari sekolah tersebut, kegiatan study tour dijadwalkan berlangsung pada 12 Juni 2025 dengan tujuan ke wilayah Depok, Jawa Barat.

Biaya sebesar Rp600.000 mencakup tiket masuk untuk dua orang ke area outbound, makanan ringan dan minuman untuk dua orang, makan siang prasmanan, kaus, dan transportasi menggunakan dua bus.

Sementara itu, kegiatan wisuda direncanakan digelar pada 18 Juni 2025 di Gedung Islamic Center Bekasi. Biaya Rp550.000 mencakup transportas.

Pendaftaran munaqosah dan wisuda, sewa toga, dokumentasi wisuda dan foto kelas, konsumsi, serta ijazah. L berharap pihak sekolah membatalkan kedua kegiatan tersebut, apalagi sudah ada larangan dari Wali Kota Bekasi Tri Adhianto dan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.

Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, menegaskan bahwa larangan study tour dan wisuda sudah diberlakukan melalui surat edaran resmi dari Dinas Pendidikan Kota Bekasi. “Kan sudah keluar (aturan pelarangan), sudah jelas,”pungkasnya

Sejalan dengan Tri, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi sejak awal telah menyoroti kegiatan study tour dan wisuda yang membebani orang tua murid, terutama dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Menurut Dedi, kegiatan semacam itu kerap lebih mengedepankan aspek bisnis ketimbang nilai pendidikan.

Dedi memaparkan,”Study tour itu bukan urusan bus atau perjalanan, tetapi lebih kepada bisnis di baliknya. Seharusnya ini perjalanan pendidikan, tapi faktanya hari ini lebih banyak didominasi oleh travel dan bisnis pariwisata. Jika seperti itu, namanya bukan study tour, melainkan piknik. tuturnya kepada wartawan.

Dedi mengatakan,”menegaskan, kegiatan semacam itu hanya akan menambah beban finansial orang tua, bahkan ada yang sampai berutang atau menjual barang demi memenuhi biaya tersebut. “Tidak boleh anak piknik di atas rintihan orangtua. Saya tahu bagaimana kondisi ekonomi masyarakat Jawa Barat. Banyak orangtua yang terpaksa berutang atau menjual barang demi membiayai study tour

Dedi menjelaskan,”posisi siswa di kelas bisa menjadi minder karena tidak ikut study tour. Ini melahirkan masalah sosial. Saya melarang study tour karena saya peduli dan sayang terhadap warga Jawa Barat, bukan karena alasan lain.

Untuk solusi, ia menyarankan kegiatan edukatif di luar kelas tetap bisa digelar tanpa harus bepergian jauh atau menguras kantong.

Dedi mengatakan,”Kalau memang mau study tour, tidak usah jauh-jauh. Lingkungan sekitar masih banyak yang bisa dijadikan bahan pembelajaran. Sampah menumpuk di mana-mana, sekolah masih banyak yang kumuh, itu yang seharusnya menjadi perhatian.

Ia menegaskan,”Fokus pada Pendidikan Bermakna Menurutnya, pendidikan bukan tentang sejauh apa anak pergi, tapi tentang seberapa bermakna pengalaman yang mereka dapatkan. “Saya tidak melarang study tour dalam arti sebenarnya, tapi faktanya selama ini lebih ke arah piknik. Saya ingin memastikan bahwa pendidikan di Jawa Barat benar-benar mengutamakan substansi, bukan sekadar perjalanan tanpa esensi. Jika ada kepala sekolah yang tetap bersikeras mengadakan study tour, silakan berhadapan langsung dengan saya.

Kebijakan itu, merupakan bagian dari upaya membangun pendidikan berkarakter di Jawa Barat dan memastikan bahwa subsidi pendidikan yang diberikan pemerintah benar-benar dirasakan oleh masyarakat,”Lanjut Dedi.

Penulis: sawijanEditor: Sawijan WMC