banner 728x90

LSM Maki Jatim;  Jawa Timur Sedang Baik baik Saja meluruskan Tuduhan Pungli, Sekolah dan Komite Harus Transparan

Img 20250828 Wa0219
banner 120x600

 

WMC|| Surabaya – Polemik pungutan liar (pungli) di dunia pendidikan kembali mencuat di Jawa Timur, terutama pada masa Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Menanggapi hal tersebut, sejumlah tokoh masyarakat dan aktivis pendidikan mengingatkan agar isu pungli tidak dipelintir menjadi opini liar yang justru meresahkan publik.

Dalam diskusi publik bertajuk “Jawa Timur Sedang Baik-Baik Saja, Penegasan Zero Pungli Dinas Pendidikan Jawa Timur” yang digelar Kamis (28/8/2025), Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Jatim bersama berbagai elemen menegaskan pentingnya transparansi di sekolah, termasuk dalam pengelolaan dana oleh komite.

Tokoh masyarakat Madura, Mat Mochtar, mengingatkan agar pihak-pihak tertentu tidak menggiring opini dengan tuduhan pungli tanpa memahami aturan yang berlaku. “Kalau semua sumbangan atau bantuan dianggap pungli, itu keliru. Justru yang dibutuhkan sekarang adalah keterbukaan sekolah dan komite agar tidak ada celah kecurigaan,” ujarnya.

Senada dengan itu, Ketua MAKI Jatim Heru Satriyo menjelaskan bahwa dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016, terdapat perbedaan jelas antara bantuan, sumbangan, dan pungutan. Bantuan diberikan oleh pihak luar, sumbangan bersifat sukarela dari orang tua siswa, sementara pungutan adalah kewajiban yang tidak boleh dilakukan tanpa dasar hukum

“Sekolah tidak boleh melakukan pungutan liar. Tapi jangan sampai opini yang salah justru mengaburkan makna sumbangan dan bantuan yang sebenarnya sah,” tegas Heru.

Sementara itu, pemerhati masyarakat DR. Basa Alim Tualeka menekankan agar isu pendidikan tidak dijadikan bahan politik praktis. Menurutnya, Jawa Timur saat ini relatif kondusif dan jangan sampai diprovokasi oleh informasi sepihak. “Kritik itu perlu, tapi jalurnya harus benar. Jangan dijadikan bahan gorengan yang merusak kepercayaan publik terhadap pendidikan,” ujarnya.

Diskusi tersebut juga menyoroti peran komite sekolah yang memiliki empat fungsi utama: memberikan pertimbangan kepada sekolah, membantu penggalangan dana, mengawasi layanan pendidikan, serta menyalurkan aspirasi orang tua siswa. Karena itu, transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci agar tidak ada ruang bagi isu pungli berkembang.

Dengan adanya penegasan ini, para tokoh berharap masyarakat bisa lebih cermat dalam menyikapi isu-isu di dunia pendidikan, serta bersama-sama mendukung terciptanya tata kelola sekolah yang bersih, transparan, dan bebas pungli.

Acara ini menghadirkan Ketua MAKI Jatim, Heru Satriyo, Pemerhati Masyarakat, DR. Basa Alim Tualeka, Tokoh Masyarakat Madura, Mat Mochtar serta Ketua Forum Komunikasi Ketua Komite SMA/SMK se-Jawa Timur (FKKS Jatim), Kunjung Wahyudi, dihadiri pula sejumlah aktivis pendidikan dan masyarakat sipil,serta para jurnalis.

Dalam paparannya, Heru Satriyo menegaskan bahwa kondisi Jawa Timur dalam hal tata kelola pendidikan masih berada pada jalur yang benar. Ia juga menepis isu nasional soal gejolak aksi massa di Kabupaten Pati yang coba ditarik ke wilayah Jatim.

“Pemerintah Provinsi Jawa Timur sangat aktif bergerak memberikan yang terbaik untuk rakyat. Tata kelola pendidikan juga baik-baik saja,” ujar Heru.

Ketua FKKK Jatim hadir sebagai pembicara, menegaskan bahwa kondisi Jawa Timur saat ini stabil dan tidak sedang menghadapi persoalan besar sebagaimana kerap disuarakan oleh pihak-pihak tertentu.

“Narasi negatif selalu dibangun, pengelola sekolah dilaporkan pada hal yang belum jelas. Padahal pendidikan itu tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat,” tegas Kunjung.

Ia menyampaikan bahwa isu-isu miring yang diarahkan pada dunia pendidikan, khususnya terkait dugaan pungutan liar (pungli) di SMA dan SMK, hanyalah opini yang kerap digoreng tanpa landasan faktual.

“Tidak ada persoalan besar sebagaimana digembar-gemborkan. Justru kita perlu menegaskan bersama bahwa pendidikan di Jawa Timur berjalan baik dan tidak ada pungli di sekolah,” ujar Kunjung Wahyudi.

Lebih lanjut, Kunjung memaparkan landasan hukum yang jelas terkait bantuan, sumbangan, dan pungutan pendidikan sesuai dengan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016. Menurutnya, opini yang dibangun oleh oknum tertentu seolah-olah semua bentuk partisipasi orang tua adalah pungli adalah kesalahan besar.

Ia menjelaskan bahwa pungutan hanya berlaku bila bersifat wajib dan dilakukan sekolah, sementara sumbangan bersifat sukarela sesuai kemampuan orang tua.

Diskusi publik ini juga menyoroti peran komite sekolah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Komite berfungsi memberikan pertimbangan, menggalang dana, mengawasi, serta menindaklanjuti masukan dari masyarakat.

Namun, yang sering disalahpahami adalah fokus pada penggalangan dana, sehingga muncul tuduhan adanya praktik pungli.

Kunjung menyambut baik forum diskusi ini sebagai langkah meluruskan informasi yang simpang siur. Ia menilai masyarakat perlu diedukasi agar tidak mudah terprovokasi oleh opini yang menyesatkan.

Selanjutnya Kunjung Wahyudi menekankan pentingnya transparansi dan musyawarah dalam penyusunan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS).

“Dengan begitu, semua pihak akan memahami bahwa partisipasi masyarakat bukanlah bentuk pungli, melainkan dukungan nyata bagi pendidikan,” terangnya.

Sementara itu, Dr. Basa Alim Tualeka, akademisi sekaligus pemerhati kebijakan publik, menekankan bahwa polemik pendidikan seharusnya tidak dijadikan komoditas politik.

” Pendidikan harus ditempatkan sebagai kebutuhan fundamental yang mengedepankan transparansi, kolaborasi, serta keberlanjutan kebijakan,” ujar Dr. BASA alim Tualeka.

Senada yang diucapkan tokoh Madura, Abah Mat Mochtar mengingatkan agar publik tidak terjebak dalam isu provokatif yang bisa mengganggu harmoni di Jawa Timur. Menurutnya, menjaga kondusifitas adalah syarat utama bagi keberlangsungan pembangunan di provinsu berpenduduk lebih dari 42 juta jiwa ini.

Diskusi publik ini ditutup dengan deklarasi Penyataan Sikap MAKI Jatim yang menegaskan dukungan terhadap stabilitas Jawa Timur serta menolak segala bentuk demokrasi yang bertujuan menurunkan Gubernur Khofifah Indar Parawansa.

Dalam pernyataannya, MAKI Jatim menekankan lima poin besar :
1. Menjaga stabilitasdan kondusifitas. Mendujung Jawa Timur tetap aman, damai dan menolak provokasi maupun ujaran kebencian.
2. Mendorong pemerintahaan bersih, Transparansi, bebas korupsi, serta pengawasan publik terhadap dana hibah, bansos, dan APBD menjadi tuntutan utama.
3. Menolak demo politik, gerakan masa yang bertujuan menjatuhkan kepala daerah dinilai kontraproduktif, inkonstitusional, dan hanya merugikan rakyat.
4. Aspirasi rakyaat kecil, pemerintah diminta memberi perhatian serius pada harga kebutuhan pokok, pendidikan terjangkau, kesehatan berkualitas, hingga penguatan UMKM, koperasu dan ekonomi pesantren.
5. Menjaga persatuan, mereka menyerukan masyarakat Jatim untuk menolak politisi SARA dan memperkuat kerukunan antar agama, antar suku,dan antar golongan.

” Demo adalah hak demokratis, tetapi harus membawa solusi, bujan menciptakan konflik dan kekacauan, ” tegas Heru Satrio.

Sebagai provinsi besar sekaligus pusat ekonomi, pendidikqn dan pesantren. Jaww Timur dipandang sangat strategis. MAKI menilai, jika kondisi sosial politik Jatim tidak kondusif pembangunan akan terhambat dan rakyat yang paling dirugikan.

Diakhir diskusi, MAKI Jatim bersama elemen masyarakat menyuarakan tekatnya :
” Kami mendukubg Jawa Timur tetap aman, damai dan kondusif. Kami menolak segala bentuk demo yang bertyjuan menurunkan Gubernur Khofifah, Kami berdiri untyk persatuan, kerukunan dan kesejahteraqn rakyat Jawa Timur,” pungkasnya(gat)