Jakarta-Ketua Umum (Ketum) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Persatuan Wartawan Duta Pena Indonesia (PWDPI) mengatakan peran jurnalis cukup rawan menjadi alat politik dalam setiap momen menjelang pesta demokrasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) Tahun 2024, tidak sedikit media dan Wartawan diduga ditunggangi para politisi atau atau calon kepala daerahbdalam menjalankan strategi politiknya.
“Meski tak sepenuhnya salah, lantaran media juga merupakan perusahaan komersil yang mencari profit. Hanya, hal tersebut juga tidak meninggalkan independensi media dan jurnalis,”tegas Ketum PWDPI pada Jum’at (20/9/2024).
Ketum PWDPI juga mengatakan tahun politik ada tahun yang menantang bagi wartawan karena adanya ajakan dari berbagai kelompok politik praktis, baik di partai politik, maupun orang yang muncul sebagai peserta pilkada sangat besar. Kenapa wartawan, jurnalis atau pewarta bannyak ajakan dari mereka, karena wartawan bannyak memiliki jaringan.
Nurullah panggilan akrab Ketum PWDP juga menjelaskan seorang jurnalis yang ingin terlibat politik praktis agar dapat menonaktifkan sementara status jurnalisnya. Sehingga hal tersebut tidak merusak citra profesi jurnalis yang rawan menjadi untuk alat politik.
“Ini menjadi tantangan kita wartawan yang tergabung pada PWDPI, karena seorang wartawan harus menjaga independensinya. Saya tak bosan-bosan selalu mengimbau siapa pun wartawan yang menjadi timses, atau maju menjadi kepala daerah apapun kegiatannya dengan politik praktis, sebaiknya dia mundur atau cuti dulu sebagai jurnalis atau pengurus PWSPI,”tegasnya
Ketum PWDPI menambahkan apakah setelah itu dia boleh aktif kembali menjadi wartawan, boleh. Yang penting dia harus tetap menjaga independensinya, marwahnya yang didalam mengedepankan kemanusiaan dan moral.
“Jadi selaku ketua umum PWDPI saya tidak bisa melarang wartawan menjadi bagian dari kegiatan politik praktis. Tetapi, sesuai dengan kode etik jurnalistik maka saya berkewajiban selalu mengingatkan terus kepada wartawan yang tergabung pada PWDPI untuk menjaga independensi wartawan dan mesia,”katanya.
Lebih lanjut Ketum PWDPI mengatakan, kondisi jurnalis di perkotaan dan daerah tidaklah jauh berbeda. Hanya, jumlah sumber daya manusia (SDM) di daerah yang menurutnya lebih sedikit membuat tekanan dan godaan lebih besar daripada jurnalis di kota.
“Sebenarnya wartawan di daerah tidak ada bedanya dengan wartawan di perkotaan. Karena gelombang politik sama besarnya,”ujarnya.
Bahkan masih kata Ketum PWDPI karena di daerah itu SDM nya lebih sedikit, tarikannya pasti lebih kuat. Karena di pusat cukup banyak jumlah wartawan. Jangan lupa, jurnalis adalah profesi yang terbuka. Maksudnya kita tidak punya persyaratan khusus untuk menjadi seorang pewarta.
“Profesi yang terbuka itu, adalah profesi politisi. Sehingga, irisannya tipis sekali. Contohnya saya kapan pun bisa masuk di dalam politik praktis, sebaliknya seorang politisi dia juga bisa menjadi wartawan. Tinggal dia masuk ke media, dia bisa menjadi wartawan. Jadi ini yang membuat tarikan kepentingan dalam hal politik praktis,”imbuhnya.
Oleh karena itu, ketum PWDPI kembali menegaskan agar para jurnalis dan media yang tergabung pada organisasi yang dipimpinnya harus independen dan netral.
“Sekali lagi saya minta kepada wartawan dan media yang tergabung di PWDPI harus netral dan jaga independen profesi wartawan sebagai bagian pilar ke-empat dinegara kita,”pungkasnya. (Tim/$).