Breaking News
Jalan Raya GELAP..!! Masyarakat Dusun Penengahan Keluhkan Lampu (PJU) Yang Mati Berbulan-bulan Polres Probolinggo Tingkatkan Patroli dan Pengamanan di Gunung Bromo saat Libur Idul Adha 2025 Pasuruan Pertebal Pengamanan di Dua Jalur Wisata Saat Libur Panjang Idul Adha Polsek Pace Dukung Ketahanan Pangan Lewat Pemanfaatan Lahan Pekarangan Gus Wawan : Mengenang Toko Penting Nabi Ibrahim AS Dalam Sejarah Agama5 Abrahamik, di Momen Hari Raya Idul Adha WMCSURABAYA – Hari Raya Idul Adha atau yang dikenal juga sebagai Hari Raya Kurban, merupakan salah satu hari besar dalam Islam yang diperingati setiap tanggal 10 Dzulhijjah dalam kalender Hijriah. Pada tahun ini, Idul Adha 1446 H jatuh pada hari Jumat, 6 Juni 2025. Sejarah Idul Adha berakar dari kisah Nabi Ibrahim AS yang mendapat perintah dari Allah SWT untuk menyembelih putranya, Nabi Ismail AS, sebagai bentuk ujian ketaatan. Perintah ini merupakan ujian berat yang menuntut kesetiaan dan pengorbanan dari Nabi Ibrahim dan keluarganya. Nabi Ibrahim a.s. adalah tokoh penting dalam sejarah agama-agama Abrahamik. Kisah hidupnya mencakup perjuangan keras untuk menentang penyembahan berhala, dakwah kepada ayahnya dan kaumnya untuk menyembah Tuhan yang tunggal, serta ujian dan ketaatan yang luar biasa. Kisah Nabi Ibrahim a.s. merupakan teladan yang menginspirasi umat manusia untuk beriman, bersabar, dan tunduk kepada Allah SWT. Dalam hal dimomen acara bertajub berbagi daging qurban di hari raya Idul Adha 1446 H jatuh pada hari Jumat, 6 Juni 2025, yakni Gus Wawan (Toko Masyarakat) dengan sapaan akrapnya Mbah Wawan mengatakan, Jumat (06/06/2025) mengatakan, Semoga dalam perayaan hari raya Idul Adha di tahun ini kita semua mampu mengambil hikmah atas pelaksanaan perayaan ini dan menjadikannya sebagai sebuah sarana dalam meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita dalam beribadah kepada Allah SWT,” ucapnya. Alhamdulillah, lanjut kata Mbah Wawan, dalam perayaan hari raya Idul Adha 2025 ini kami menerima bantuan penyaluran berupa se-ekor hewan kambing qurban dari Kapolres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya yakni AKBP Wahyu Hidayat, S.I.K., M.H. “Semoga Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya senangtiasa selalu dan sukses dalam mengamankan saat giat diwilayah hukumnya,” ujarnya. Masih kata Mabah Wawan, Yang terpenting terkait momen hari Raya Idul Adha ini yaitu Idul Adha mengajarkan umat Islam tentang pentingnya pengorbanan, keikhlasan, dan ketaatan kepada Allah SWT. Melalui ibadah kurban, umat diajak untuk meneladani sikap Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dalam menjalankan perintah Allah tanpa ragu, menunjukkan ketulusan hati dan kepatuhan yang sejati. “Selain itu, perayaan ini juga menekankan nilai-nilai sosial seperti berbagi kepada sesama, terutama kepada mereka yang kurang mampu. Dengan berbagi daging kurban, umat Islam diajarkan untuk mempererat tali persaudaraan dan meningkatkan kepedulian sosial dalam kehidupan bermasyarakat,” katanya. Mbah Wawan menambahkan, Hari Raya Idul Adha bukan sekadar perayaan tahunan, melainkan momen untuk merenungkan dan mengamalkan nilai-nilai pengorbanan, ketaatan, dan kepedulian sosial dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memahami makna dan sejarahnya, umat Islam diharapkan dapat menjadikan Idul Adha sebagai momentum untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT,” pungkas Mbah Wawan. (red)
banner 728x90

Perampasan ruang hidup; Akademisi sebut hutan Waci bukan milik suku tugutil

Img 20191224 170730
Harun Gafur (istimewa)
banner 120x600

WMC I — Seorang Akademisi (hg) di sala-satu perguruan tinggi di Kota Ternate, (Jumat 10/05/24), membantah salah satu media televisi nasional yang memberitakan kasus/peristiwa yang terjadi di hutan waci pedalaman Halmahera timur belum lama ini, dengan narasi yang memberitakan bahwa masyarakat waci yang mencari buruan dipedalaman Halmahera telah memasuki wilayah/merampas hasil buruan masyarakat suku adat tugutil, ini merupakan pembohongan/pembodohan kepada publik karena itu termasuk hipotesa dan pernyataan yang sesat, menurutnya, karena yang terjadi mala sebaliknya dan sudah dari turun-temurun hutan waci yang menjadi lahan produktif bagi masyarakat waci dan peteley sudah ratusan tahun digarap sebagai lahan penghidupan masyarakat stempat sehingga secara fakta lahan atau hutan waci bukan milik suku ada tugutil, dan juga tidak ada masyarakat yang merampas hasil buruan suku terasing yang dimaksud, menurutnya media harus netral dan independen dalam segala hal pemberitaan termasuk framing dari media tak sekedar ruang informasi publik tetapi juga tidak membuat kegaduhan dalam masyarakat tertentu. Termasuk kajian tentang masyarakat adat dari isu dan fenomena yang berkembang pada lingkungan masyarakat, menurut dia kita harus menelah dan mengkaji secara jelas dalam pendekatan ilmiah baik secara prespektif sosiologi, antropoligi sosial, dan hukum adat sehingga tentunya tidak mengabaikan nilai kultural teoritis dan logis yang dapat dipertanggung jawabkan dengan indikator yang jelas.

Melalui wawancara red wartamerdeka.com (run) sapaan akrabnya, menyaimpaikan jika kita mencermati dari sisi pengakuan adat yang selama ini diperjuangkan oleh sebagian aktivis adat dan beberapa organisasi yang mengatasnamakan masyarakat adat nusantara menurutnya tidak jelas arah filosofinya, karena kalau kita menggunakan pendekatan dan indikator sosilogis masyarakat adat, maka masayarakat waci yang ada di kampong/desa Waci juga termasuk dalam indikator dan bagian dari masyarakat adat, karena sangat jelas secara the facto dan the Jure dipertanggungjawabkan, variabel ini sangat jelas jika kita membaca dan menelah ulasan dalam buku sejarah “Halmahera Timur dan Raja Jailolo” penulis R.Z Larissa, dan tentunya memaknai serta menelusi secara the fakto masyarakat waci adalah bagian dari masyarakat adat kesultanan Tidore, yang sampai detik ini secara struktural dan kultural adat kesultanan Tidore, kimalaha waci dibawah komando Adat Sangaji Maba ini menunjukkan bahwa masyarakat waci juga bagian dari masyarakat adat, yang wajib hukum positifnya diakui dan dilindungi pemerintah layaknya seperti masyarakat adat di seluruh Indonesia bahkan di seluruh belahan dunia. Sehingga media dan organisasi tertentu jangan terkesan menyimpulkan dengan hipotesis yang tak berdasar, yang nantinya muncul pertanyaan, siapa yang seharusnya dilindungi, masyarakat adat yang mana yang dimaksud..? tambannya._(red)