Penulis: Yosua Budi Kusumo
(Studi Kasus Pada Perkara No. 43/ Pdt. G/ 2011/ PN. PBR)
Perjanjian sebagai media untuk mengatur pertukaran hak dan kewajiban diharapkan dapat berlangsung dengan baik, adil dan terstruktur sesuai kesepakatan para pihak. Terutama pada perjanjian komersial, baik pada tahap sebelum perjanjian, pembentukan perjanjian maupun pengimplementasiannya. Berdasarkan Pasal 1313 KUHPerdata menyatakan: “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Berdasarkan rumusan pengertian perjanjian yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa perjanjian itu terdiri dari:
Ada pihak-pihak,
ada persetujuan antara pihak-pihak,
ada prestasi yang akan di laksanakan,
ada bentuk tertentu lisan atau tulisan,
ada syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian,
ada tujuan yang hendak di capai.
Perjanjian melahirkan perikatan atau hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak. Dengan demikian suatu kesepakatan perjanjian sifatnya mengikat, sesuai dengan Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata, “Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Dengan adanya perjanjian tersebut maka Pemberi Pinjaman (kreditur) dapat menuntut pemenuhan prestasi dari Penerima Pinjaman (debitur), sedangkan bagi Penerima Pinjaman (debitur) berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya. Walaupun perjanjian dibuat dengan harapan agar apa yang telah disepakati dapat berjalan dengan baik, namun dalam penerapannya pada kondisi tertentu tidak selalu berjalan sebagaimana mestinya sehingga muncul peristiwa yang disebut Wanprestasi. Wanprestasi adalah: “Pelaksanaan perjanjian yang tidak tepat waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya atau tidak dilaksanakan sama sekali.” Secara umum wanprestasi adalah: “Suatu keadaan dimana seorang debitur pada tahap sebelum perjanjian, pembentukan perjanjian maupun pelaksanaannya gagal melaksanakan kewajibannya. Pasal 1313 KUHPerdata menyatakan: “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Pada umumnya seseorang dinyatakan lalai atau wanprestasi karena:
Sama sekali tidak memenuhi prestasi;
Prestasi yang dilakukan tidak sempurna;
Terlambat memenuhi prestasi; dan
Melakukan apa yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan.
Unsur-unsur wanprestasi antara lain: Adanya perjanjian yang sah (1320), adanya kesalahan (karena kelalaian dan kesengajaan), adanya kerugian, adanya sanksi, dapat berupa ganti rugi, berakibat pembatalan perjanjian, peralihan risiko, dan membayar biaya perkara (apabila masalahnya sampai di bawa ke pengadilan). Wanprestasi adalah suatu istilah yang menunjuk pada ketidaklaksanaan prestasi oleh debitur. Terjadinya wanprestasi mengakibatkan pihak lain (lawan dari pihak yang wanprestasi) dirugikan.
Karena adanya kerugian oleh pihak lain, maka pihak yang telah melakukan wanprestasi harus menanggung akibat dari tuntutan pihak lawan yang dapat berupa : Pembatalan perjanjian; pembatalan perjanjian disertai tuntutan ganti rugi; pemenuhan perjanjian dan pemenuhan perjanjian disertai tuntutan ganti rugi. Namun demikian, debitur tidak dapat secara serta merta dituduh melakukan wanprestasi harus ada pembuktian untuk hal tersebut, pihak yang dituduh melakukan wanprestasi juga harus diberi kesempatan untuk dapat mengajukan tangkisan-tangkisan atau pembelaan diri, antara lain berupa : 1. Tidak dipenuhinya perjanjian (wanprestasi) terjadi karena keadaan terpaksa (overmacht) 2. Tidak dipenuhinya perjanjian (wanprestasi) terjadi karena pihak lain juga wanprestasi 3. Tidak dipenuhinya perjanjian (wanprestasi) terjadi karena pihak lawan telah melepaskan haknya atas pemenuhan prestasi. Akan tetapi adakalanya dalam keadaan tertentu untuk membuktikan adanya wanprestasi debitur tidak diperlukan lagi pernyataan lalai, yaitu dalam hal : Untuk pemenuhan prestasi berlaku tenggang waktu yang fatal; debitur menolak pemenuhan; debitur mengakui kelalaiannya; pemenuhan prestasi tidak mungkin (di luar over macht); pemenuhan tidak lagi berarti, dan debitur melakukan prestasi tidak sebagaimana mestinya. Timbulnya wanprestasi menimbulkan permasalahan yaitu: 1. Bilamana seorang debitur dinyatakan wanprestasi dalam suatu perjanjian? 2. Apakah akibat yang ditimbulkan dengan terjadinya wanprestasi terhadap suatu perjanjian? 3. Bagaimana upaya yang dilakukan sehingga penyelesaian wanprestasi dapat memberi perlindungan bagi para pihak? Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka dibutuhkan adanya solusi agar tercipta apa yang menjadi tujuan dari pembuatan perjanjian yaitu keadilan bagi para pihak.
Hal ini dapat diwujudkan, antara lain dengan: Memberikan perlindungan bagi para pihak, terutama pihak yang dirugikan. Prinsip perlindungan merupakan prinsip yang sangat mendasar dalam hukum perjanjian. Walaupun salah satu pihak telah melakukan wanprestasi, kepentingannya juga harus tetap ikut dilindungi. Perlindungan hukum kepada pihak yang telah melakukan wanprestasi tersebut misalnya: Adanya mekanisme tertentu untuk memutuskan perjanjian; Kewajiban melaksanakan somasi (Pasal 1238 KUH Perdata); Kewajiban memutuskan perjanjian timbal balik lewat pengadilan (Pasal 1266 KUH Perdata); dan Pembatasan untuk pemutusan perjanjian. Dalam hal salah satu pihak telah melakukan wanprestasi, maka pemutusan perjanjian oleh pihak yang telah dirugikan akibat wanprestasi ini berlaku beberapa syarat secara yuridis yang harus diperhatikan, berupa :
Wanprestasi harus serius;
Hak untuk memutuskan perjanjian belum dikesampingkan;
Pemutusan perjanjian tidak terlambat dilakukan dan Wanprestasi disertai unsur kesalahan.
Dengan adanya wanprestasi membawa konsekuensi yuridis yaitu pihak yang telah melakukan wanprestasi haruslah menanggung akibat berupa ganti rugi yaitu : 1. Biaya yaitu segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh pihak kreditur. 2. Rugi yaitu kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan debitur yang diakibatkan oleh kelalaian debitur 3. Bunga yaitu kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang diharapkan oleh salah satu pihak/kreditur.
Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin membahas mengenai perlindungan hukum terhadap para pihak yang melakukan wanprestasi terhadap perjanjian tenaga kerja di PT. Dian Yogya Perdana. Dalam penelitiannya peneliti akan membuat skripsi yang berjudul : TUNTUTAN GANTI RUGI AKIBAT DARI PERBUATAN WANPRESTASI (Studi Kasus Pada Perkara No. 43/ Pdt. G/ 2011/ PN. PBR).
Dari penjelasan-penjelasan yang penulis kemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis menyimpulkan penelitian ini yaitu:
1. Tuntutan Ganti Rugi Akibat Wanprestasi pada Perkara Perdata No. 43/pdt.G/ 2011/ PN.PBR dalam gugatan Konfesi yang diajukan Penggugat ditolak oleh hakim dan Hakim mengabulkan sebahagian gugatan Rekonvensi karena dalam gugatan Rekonvensi Penggugat Rekonvensi/ Tergugat I Konvensi dapat membuktikan secara hukum tentang haknya dan dalam gugatan Rekonvensi juga menjelaskan bahwa Tergugat Rekonvensi/ Penggugat Konvensi telah melakukan wanprestasi yang diuraikan dalam posita gugatan Rekonvensi lengkap dengan seluruh alat buktinya.
2. Putusan Hakim Terhadap Tuntutan Ganti Rugi akibat Dari Perbuatan Wanprestasi Dalam Perkara Perdata No. 43/Pdt.G/2011/PN.PBR. Dalam konvensi Hakim menolak gugatan Penggugat Konvensi seluruhnya dan dalam Rekonvensi hakim memutuskan tuntutan ganti rugi namun hakim memutuskan gugatan itu melebihi dari apa yang digugat oleh Penggugat, maka hakim tersebut Ultra Petitum, karena dalam gugatan Rekonvensi yang intinya Penggugat Rekonvensi menuntut ganti rugi atas biaya pengurusan tanah yang dikeluarkan Penggugat Rekonvensi/ Tergugat I Konvensi sebesar Rp 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) sedangkan dari putusan hakim di atas terlihat jelas masalah pada Tergugat Rekonvensi/ Penggugat Konvensi dihukum dengan harus membayar ganti rugi atas biaya pengurusan tanah yang dikeluarkan Penggugat Rekonvensi/ Tergugat I Konvensi sebesar Rp 260.000.000,- (dua ratus enam puluh juta rupiah).
SARAN
Berdasarkan pada kesimpulan di atas penulis merasa perlu untuk memberikan saran yang berhubungan dengan wanprestasi dalam perkara perdata No.43/PDT.G/2011/PN.PBR sebagai berikut:
1. Meskipun perjanjian bersifat terbuka dengan maksud memberikan kebebasan kepada pihak yang membuat perjanjian, bukan berarti perjanjian tersebut diabaikan. Dan sebelum melakukan Perjanjian seharusnya kedua belah pihak telah paham segala sesuatu yang menyangkut dari perjanjian prestasi dan risiko perjanjian. Oleh dari itu penulis menyarankan kepada Penggugat agar melakukan perjanjian dengan sungguh – sungguh dan melaksanakan prestasi secara timbal balik dan untuk Tergugat jangan terlalu memberikan kepercayaan yang penuh pada pihak lawan bisnis kita, karena itu dapat dimanfaatkan oleh lawan kita untuk melakukan perbuatan yang tidak dinginkan dalam perjanjian.
2. Dalam mengambil keputusan hendaknya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru lebih berhati-hati dan rinci dalam menguraikan dasar hukum yang menjadi dasar pengambilan keputusan, sehingga tidak terjadi Ultra Petitum, kesalahan sedikit saja dalam memutuskan sebuah perkara akan berakibat merugikan bagi pihak yang dikalahkan dan pada akhirnya keadilan itu tidak tampak, karena tujuan pihak yang berperkara di Pengadilan adalah untuk memperoleh keadilan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Ak.Syahmin, S.H., M.H, 2001, Hukum Kontrak Internasional. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Ed. 1, Darus Badrulzaman marinum Dan Remi Syahdeinisutan dkk,
Fuady Munir. 2001, Kompilasi hukum Perikatan Bandung: citra Aditya Bakti.
Harun Badriya, , 2009, Prosedur Gugatan Perdata, Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2009.
HS. Salim, 2008, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Jakarta: Sinar Grafika, Cet ke-5.
Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Jakarta:Kencana.
Peraturan Perundang-Undangan:
Pada Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang Hukum Perjanjian.
Pasal 1238 KUHPerdata tentang Wanprestasi.
Artikel Jurnal :
Tim Permata Press, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Permata Press, Surabaya,2019
Laila M. Rasyid dan Herinawati, Modul Pengantar Hukum Acara Perdata, Unimal Press, Aceh, 2015
Larangan Putusan Ultra Petita Hanya Terdapat dalam Hukum Acara Perdata
Website :
Vidya Prahassacitta, Penelitian Hukum Normatif dan Penelitian Hukum Yuridis,
https://business-law.binus.ac.id/2019/08/25/ diakses tanggal 25 Oktober 2022.
Andi Rustandi, Metode Penelitian Hukum Empiris dan Normatif, https://www.andirustandi.com/baca/386/ diakses tanggal 25 Oktober 2022.
NA Sinaga · 2020, Wanprestasi dan Akibatnya dalam Pelaksanaan Perjanjian https://journal.universitassuryadarma.ac.id / diakses tanggal 26 Oktober 2022.
Penulis: Yosua Budi Kusumo Mahasiswa Pamulang.
Apang Supriyadi.