KAMPAR, Wartamerdeka.com – Praktik penambangan Galian C jenis tanah urug secara ilegal di Desa Petapahan, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar, Riau, dilaporkan terus berlangsung tanpa hambatan. Meskipun melanggar Undang-Undang Minerba, para pelaku usaha ini terkesan kebal hukum, memunculkan tanda tanya besar mengenai efektivitas pengawasan dan penegakan hukum oleh aparat setempat.
Warga dan aktivis lingkungan menyoroti minimnya tindakan tegas dari Kepolisian Sektor (Polsek) Tapung dan jajaran Polres Kampar, meskipun aktivitas perusakan lingkungan ini berlangsung terang-terangan dan telah menjadi rahasia umum.
Kerusakan Lingkungan vs. Ketiadaan Efek Jera.
Penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP) merupakan pelanggaran serius terhadap UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Pelaku dapat diancam hukuman penjara hingga 5 tahun dan denda miliaran rupiah.
Namun, di lapangan, ancaman hukum tersebut seolah tidak berlaku.
Para pengusaha Galian C ilegal tetap merajalela mengeruk tanah urug, meninggalkan lubang-lubang bekas galian yang menganga dan berpotensi menyebabkan bencana ekologis seperti erosi dan banjir di masa mendatang.
“Setiap warga negara, termasuk pengusaha, wajib taat aturan. Kenyataannya, para penambang ini beraktivitas seenaknya tanpa mengurus izin, merusak lingkungan kami,” ujar seorang sumber lokal yang enggan disebutkan namanya karena khawatir akan intimidasi.
Aparat Penegak Hukum Diduga Lakukan Pembiaran
Sorotan tajam kini mengarah pada kinerja Polsek Tapung. Sebagai institusi yang paling dekat dan bertanggung jawab atas keamanan serta ketertiban di wilayah hukumnya, ketiadaan penindakan yang efektif memunculkan spekulasi adanya pembiaran atau lemahnya koordinasi pengawasan.
“Sudah seharusnya aparat proaktif menindak. Jika dibiarkan terus-menerus, ini menjadi preseden buruk bahwa hukum bisa dinegosiasikan di Kampar,” tambah sumber tersebut.(Tim)








