Jakarta, wartamerdeka.com -Forum Guru Sertifikasi Nasional Indonesia (FGSNI) menyampaikan kekecewaan mendalam terkait kebijakan kenaikan tunjangan kesejahteraan Rp 2 juta yang hanya diberikan kepada guru di bawah naungan Dinas Pendidikan. Kebijakan tersebut, menurut Ketua Umum FGSNI Agus Mukhtar, menunjukkan diskriminasi terhadap guru-guru di bawah Kementerian Agama (Kemenag), yang tidak menerima kenaikan tersebut karena data belum diusulkan oleh Kemenag.(29/11/2024)
Dalam audiensi dengan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, pada Puncak Peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 2024 di Veldrome Jakarta International, terungkap bahwa guru swasta yang telah inpassing hanya dijanjikan kenaikan bertahap sesuai golongan. Hal ini menambah keresahan para guru swasta, termasuk di Kemenag, yang merasa tertinggal dari segi kesejahteraan.
Rencana Demo Besar-Besaran
Merasa tidak puas dengan kebijakan tersebut, FGSNI mengancam akan menggelar aksi besar-besaran di Jakarta. Agus Mukhtar menyatakan bahwa guru se-Indonesia akan bergerak untuk menuntut keadilan dan kesetaraan dalam perlakuan terhadap profesi guru.
“Ini seperti menegaskan bahwa kami didiskriminasi. Kami akan menggelar aksi besar agar suara kami didengar. Kesejahteraan guru adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya sebagian,” tegas Agus.
Presiden Prabowo Hadir di Puncak HGN
Presiden Prabowo Subianto yang hadir dalam acara puncak HGN 2024 bersama sejumlah menteri, termasuk Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, menjadi sorotan utama. Janjinya soal kenaikan tunjangan kesejahteraan Rp 2 juta dianggap hanya angin surga oleh para guru Kemenag.
“Pak Presiden harus menjelaskan kenapa ada perlakuan berbeda ini. Jika tidak, kami akan terus bergerak,” tambah Agus.
Peringatan Hari Guru Nasional 2024 yang berlangsung selama tiga hari, dari 27-29 November, juga dihadiri oleh 74 organisasi profesi guru, termasuk Ketua Umum dan Sekjen FGSNI. Pada kesempatan itu, FGSNI juga menyampaikan usulan terkait peningkatan kesejahteraan guru swasta, penguatan kelembagaan, dan sosialisasi kode etik organisasi.
Namun, kebijakan yang dianggap diskriminatif ini tampaknya akan menjadi agenda besar yang membawa ribuan guru turun ke jalan, menyerukan keadilan untuk semua pendidik di Indonesia.