banner 728x90

Isu Rangkap Jabatan Dibongkar, Fakta Hukum Ditegakkan Tegas, Kades Sinama Nenek Tegas Bantah Dugaan Rangkap Jabatan, Sebut Opini Media Tak Berdasar Regulasi

Img 20251115 Wa0109
banner 120x600

TAPUNG HULU, Wartamerdeka.com – Polemik dugaan rangkap jabatan yang ditujukan kepada Kepala Desa Sinama Nenek, H. Abdoel Rachmancan, akhirnya dijawab secara legalistik dan terbuka oleh yang bersangkutan. Pemberitaan sejumlah media lokal hingga nasional yang menyorot dirinya sebagai pihak yang “diduga rangkap jabatan di Koperasi KENES dan membuat warga resah” dinilai tidak memiliki dasar hukum yang kuat, bahkan mengarah pada penggiringan opini publik.

 

Salah satu berita yang viral berjudul “Kades Sinama Nenek Diduga Rangkap Jabatan Sebagai Wakil Ketua KENES, Warga Resah Tak Bisa Panen Sawit” disebut Rachmancan telah membangun persepsi publik seolah dirinya melakukan pelanggaran administratif, padahal regulasi menjelaskan sebaliknya.

*Rachmancan: Yang Dilarang adalah Rangkap Jabatan Beranggaran Negara*

 

Dalam penjelasan resmi kepada media, Rachmancan menegaskan bahwa rangkap jabatan yang dilarang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan adalah jabatan yang sama-sama menerima dan mengelola anggaran negara (APBN/APBD).

 

“Saya disebut punya kepentingan. Betul, karena saya punya lahan. Tetapi kalau dikatakan saya ikut campur atau mengambil keuntungan jabatan, itu tidak benar. Yang dilarang adalah menerima dua mata anggaran negara bersamaan. Contohnya merangkap RW dan perangkat desa. Itu tidak boleh,” tegasnya.

 

Ia menekankan bahwa jabatan dalam koperasi, kelompok tani, ataupun organisasi ekonomi masyarakat tidak termasuk kategori pelanggaran karena entitas tersebut bukan penerima anggaran negara, melainkan organisasi ekonomi rakyat yang sah menurut UU Perkoperasian.

 

“Koperasi itu sah, kelompok tani sah, bahkan dianjurkan. Pemerintah desa justru wajib terlibat untuk memperkuat ekonomi petani. Itu amanah regulasi. Tidak satu pun aturan yang melarang,” tambahnya.

 

*Kades Menilai Ada Unsur Penggiringan Opini*

Menanggapi maraknya berita, Rachmancan menduga kuat bahwa isu tersebut sengaja digoreng untuk membangun opini tertentu.

 

“Saya tidak mempermasalahkan berita, itu hak media. Tapi pahami kode etik. Menyebutkan nama lengkap tanpa inisial, menyebarkan foto tanpa izin, tanpa komunikasi resmi — itu salah. Itu pelanggaran etik,” tegasnya.

 

Ketika ditanya apakah wartawan sudah melakukan konfirmasi secara layak sebelum menerbitkan berita, Rachmancan menjawab bahwa mayoritas hanya melakukan pendekatan sepihak.

 

“Kebanyakan hanya berbasis chat sepintas, bertanya hal yang tidak substansial, lalu dijadikan dasar penerbitan berita. Ini bukan prosedur jurnalistik yang benar,” ujarnya.

 

*Tegaskan Bahwa Isu Tidak Berdasar Hukum*

 

Sebagai pejabat publik, Rachmancan menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menjalankan dua jabatan yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan berdasarkan hukum.

 

“Ini lebih ke penggiringan opini, bukan pelanggaran hukum. Fakta hukumnya tidak ada. Regulasi juga tidak dilanggar,” paparnya.

 

Menutup pernyataannya, Rachmancan memberikan penegasan keras:

 

“Penggiringan opini itu berbahaya. Bisa menyeret masyarakat pada pemahaman keliru, bahkan pada aliran sesat menurut saya. Informasi publik tidak boleh dipelintir untuk kepentingan tertentu.”

 

Dengan klarifikasi legalistik ini, Rachmancan memastikan bahwa dugaan rangkap jabatan tidak memiliki dasar hukum, dan pemberitaan yang viral lebih merupakan manuver persepsi daripada temuan faktual. Tim