Jakarta|wartameedwka.com – Nomor Induk Kependudukan kembali dipercaya kredibilitas dan akurasinya sebagai verifikator data. Ini terbukti dengan pernyataan Dirjen Imigrasi Silmy Karim bahwa pihaknya berencana mengintegrasikan sistem imigrasi dengan data kependudukan yang dikelola Ditjen Dukcapil Kemendagri.
Dalam UU Adminduk No. 24 Tahun 2013 jo UU No. 23 Tahun 2006 menyebutkan, NIK adalah nomor identitas penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia.
“Dengan terintegrasinya NIK dan sistem imigrasi, ke depannya pemohon paspor tidak perlu membawa KTP dan Kartu Keluarga saat mengurus paspor,” kata Dirjen Silmy Karim, saat memberikan sambutan pada acara Festival Imigrasi “Imifest” 2024 di Gedung Sasana Budaya Ganesha ITB, Bandung, Sabtu (22/6/2024).
Sebelumnya, salah satu yang harus dilakukan pemohon untuk membuat paspor saat ingin melakukan proses foto dan wawancara di kantor imigrasi adalah membawa seluruh dokumen persyaratan yang asli seperti KTP, KK, Akta Kelahiran, Ijazah, Buku Nikah, dan lainnya. “Beberapa syarat yang saat ini harus diberikan secara fisik seperti KTP atau KK itu nantinya sudah tidak diperlukan lagi,” ujar dia dilansir dari laman Instagram @kemenkumhamri pada Minggu, 23 Juni 2024.
Fungsi dari berkas ini adalah untuk mencocokkan antara keterangan yang disampaikan oleh pemohon dengan data yang tercantum dalam dokumen kependudukannya.
Sebagai informasi, NIK pada KTP-el telah menggantikan nomor kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Meski tidak membawa persyaratan lengkap, peserta BPJS Kesehatan tetap bisa mendapat pelayanan kesehatan di Indonesia. Peserta BPJSKes cukup menunjukkan KTP-el saja.
Ditjen Dukcapil dan BPJS Kesehatan telah menjalin kerja sama pemanfaatan NIK sebagai Nomor Identitas Peserta JKN-KIS. Dengan kerja sama tersebut, BPJSKes memanfaatan NIK dalam KTP-el sebagai kunci data kepesertaan tunggal agar tidak terjadi duplikasi data dalam JKN-KIS.
Demikian pula, Ditjen Pajak Kementerian Keuangan telah mentransformasikan penggunaan NIK sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) serta kegiatan pemadanan dan pemutakhiran data kependudukan dengan basis data perpajakan.
Secara terpisah Dirjen Dukcapil Teguh Setyabudi menyatakan Perjanjian Kerja Sama Pemanfaatan Data Kependudukan berupa NIK dan IKD dengan Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia saat ini masih dalam proses perpanjangan.
Namun, Teguh menyambut baik rencana Ditjen Imigrasi mengintegrasikan NIK— yang terdapat dalam Identitas Kependudukan Digital—dengan Sistem Imigrasi. Dirinya menyatakan, pemanfaatan data NIK ini mendukung Perpres No. 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia.
Hal ini untuk mewujudkan keterpaduan perencanaan, evaluasi, dan pengendalian pembangunan dengan didukung data yang akurat, mutakhir, terpadu, dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu, mudah diakses dan dibagipakaikan, serta dikelola secara seksama, terintegrasi dan berkelanjutan.
“Pemanfaatan data kependudukan yang dilakukan oleh lembaga pengguna tetap harus mengutamakan keamanan dan kerahasiaan data penduduk yang dijadikan sebagai kunci hak akses,” ujar Teguh.
Kendati demikian Mendagri Tito Karnavian dalam berbagai kesempatan mengingatkan, walaupun pemanfaatan data kependudukan sangat diperlukan dalam pelaksanaan pelayanan publik, tetap tidak boleh melanggar hak privasi apalagi melanggar hukum.
“Keinginan kita tentu sama, yaitu sama-sama saling membantu, bekerja sama untuk kepentingan bangsa dan untuk kepentingan organisasi kita masing-masing,” kata Mendagri.
Kendati demikian, lanjut Mendagri, ada prinsip-prinsip dasar yang perlu dipegang teguh. “Sebab data kependudukan itu merupakan data yang sangat privasi dalam sistem negara kita yang demokratis saat ini, hak-hak dasar termasuk privasi kerahasiaan data kependudukan di antaranya itu adalah hak yang mendasar bagi rakyat Indonesia,” kata Mendagri Tito Karnavian.
(Wmc/Bd – Editor : Manwen)